11.12.12

A Cup of Tea


Gagak Sipat, 120812


I am going up to London 
Can you see?
I am riding up my bicycle 
To buy a cup of tea


Sebenarnya, cuma lagu itu yang aku ingat saat bicara tentang teh. Lagu yang menurutku tak masuk akal, entah siapapun penciptanya, aku pikir dia pasti orang yang benar-benar lebay. Kenapa juga mau minum secangkir teh saja harus jauh-jauh ke London, bukannya di angkringan sebelah ada ya? Pun kalau tak mau jauh, cukup nyeduh didapur, tinggal sruput. Belum lagi, nyanyi saja sudah capek duluan. Bagaimana tidak capek, ke London yang jadi ibukota Inggris raya alias UK, harus ditempuh pakai sepeda. Bisa-bisa pulang sudah diamputasi kaki dua-duanya, bukan gempor lagi namanya. OK, it’s enough with the song. Sekarang, kita ngomong masalah pertehan saja ya. 

Saat pagi nan muram berselimut kabut seperti ini, memang paling enak minum teh. Walaupun, teh hasil racikanku masih kalah jauh dari teh angkringan sebelah yang yahud abis, tapi bolehlah. Sudah berbulan-bulan ini, aku sedang berambisi membuat racikan teh yang, menurutku sueger abis seperti di angringan sebelah. 

Pas kebetulan nongkrong disitu, aku iseng bertanya sama bapak angkringannya, minuman tehnya kok haibat rasanya, si bapaknya ngejawab kalo tu racikan tehnya terdiri dari tiga macam merk, jadi bukan cuma satu merk seperti yang dibuat orang-orang, termasuk aku sih. Sayang, pas aku tanya tentang ketiga merk itu, si bapak jawabnya kalau itu rahasia perusahaan. Aku ngotot minta sambil sumpah-sumpah kalau aku gak akan buka angkringan nyaingin punya si bapak seumur hidup, tapi bapaknya malah mesem. Sempat terpikir untuk mengorek-orek tempat sampah si bapak buat mencari tahu dari bekas bungkus tehnya, tapi sayang, kata si bapak, semua sampah kertasnya buat bahan bakar anglo tempatnya merebus air. Alhasil, gagal usahaku untuk mengetahui racikan itu.

Saking terobsesinya sama racikan teh yahud itu, aku bertekad untuk meracik sendiri tiga merk teh, siapa tahu resep rahasia itu ketemu. Tapi dalam teh racikanku ini, aku menerapkan dua macam syarat dan itu tidak boleh dilanggar. Pertama, resep teh itu harus menggunakan jenis teh melati, alasannya jelas karena aku penggemar berat teh beraroma melati. Kalau teh tanpa melati menurutk bagai sayur tanpa garam. Lebay khan seperti pegarang lagu di atas. Kekeke. 

Syarat yang ke dua, diantara ketiga merk teh itu harus ada merk teh Gopek. Kalau ini alasannya karena sebenarnya aku sudah merasa cocok dengan teh Gopek. Kalau tidak ada resep pak angkringan itu, ditemani secangkir teh Gopek setiap pagipun aku rela. Apalagi, teh gopek juga merupakan teh favorit keluargaku yang begitu addicted dengan teh. Bayangkan saja, minum teh bagi bapak dan ibuku seperti makan, ada tiga kali sehari, jadi bukan cuma pagi saja. Belum lagi jika kamu tamu di rumah dan menginap, pasti akan diperlakukan sama. Siap-siap saja makan sambil minumnya air teh, ginasthell lagi alias legi panas kentel. 

Teh paling enak, kata sanak family adalah teh yang dibuat oleh mbah kakungku yang katanya bekas pembantu Belanda. Kata  ibuku sih, rahasia teh enaknya mbah kakung itu terletak pada saat ngecom atau menuang air panas kedalam teko teh. Airnya harus mendidih benar dan harus segera ditutup rapat, bahkan lubang tempat menuang tehnyapun harus ditutup. Kemudian diamkan sebentar agar sari tehnya menyatu dengan air dan bau wanginya keluar, nah fungsi ditutup ini agar bau wanginya tidak keluar teko. Setelah itu, air teh dituang secara perlahan-lahan ke dalam gelas. Bila suka beri gula dan aduk secara pelan pula. Yang perlu diingat, saat menuang teh ke dalam gelas dan mengaduk, jangan sampai menimbulkan busa karena hal itulah yang mengurangi citarasa teh. Jadi, memang harus pelan-pelan benar melakukannya.

Kembali lagi ke racikan teh, kali pertama aku meracik teh merk Gopek, Dandang, dan Tong Dji. Ditilik dari rasanya, sungguh berbeda dengan teh angringan karena ada sedikit rasa sepat, kemungkinan besar dari si Tong Dji coz aku pernah mencoba Tong Dji memang rasanya ada sepatnya. 

Lalu, percobaan ke dua, aku pakai merk Gopek, Dandang, dan 555, rasanya entah kenapa jadi tawar. Rasa Gopeknya hilang dan rasanya tidah segar saat diminum. So, resep ini, dicoret. Oh ya, kenapa dandang juga selalu disertakan, ini masukan dari sepupuku. Dia juga mencicip rasa teh angkring itu dan berasumsi ada rasa teh Dandang disitu coz dirumahnya, ibunya pakai teh itu. Jadi deh, teh dandang masuk list. Jadi sebenarnya tinggal satu merk saja yang harus ku temukan agar rasa tehku perfect. 

Next, terakhir ini, aku memakai merk Gopek, dandang, dan Sosro. Rasa tehnya seger sih, sayang bau khas teh Gopek yang wangi jadi hilang. Walau masih gagal, tapi aku tetap tak patah arang, coz masih banyak merk teh yang belum aku coba. Seperti racikan yang direkomendasikan oleh ibuku yang menyuruhku untuk mencoba ditambah teh Padi, belum aku lakukan. 

Sebenarnya, masih ada satu teh lagi yang cocok dilidahku, sayangnya aku tak terlalu yakin dengan mereknya. Teh itu dijual di warung bu Titin, warung makan dekat kampusku dulu di Jogja. Kalau ditilik dari sponsor warung itu yakni spanduk nama warung dan karpet plastik pembungkus mejanya, warung itu memakai merk teh Bandulan. Tapi, itu hanya sekedar pengamatan dangkal semata, coz tidak ada tanya jawab dengan pemilik warung. Nantilah, kalau ada waktu , aku mau nyoba teh bandulan. Mungkin memang seenak teh diwarung itu.semoga saja. 

No comments:

Post a Comment